KRITIK DAN ESAI CERPEN “Sulastri dan EMPAT LELAKI” Karya M.Soim Anwar

Cerita pendek Sulastri dan Empat Lelaki karya M.Soim Anwar ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama sulastri yang berada di bibir pantai Laut merah. Sulastri saat berada dilaut merah itu sendiri kemudian bertemu dengan polisi yang mencoba untuk menangkapnya. Penangkapan itu bukan untuk dimasukkan ke penjara atau dideportasi ke negara asalnya yaitu Indonesia. Polisi berusaha menangkapnya untuk dikumpulkan dengan temaan-temanya yang lain kemudia diberikan kepada para mafia. Dari setiap yang ditangkap polisi tersebut akan mendapatkan imbalan berupa uang dan lebih ironinya lagi yang meberikan uang itu sendiri berasal dari negara Sulastri sendiri yaitu Indonesia.

Namun pada akhirnya Sulastri dapat menjauh dari polisi tersebut. Kemudian saat Sulastri berdiri diposis awal ia mengingat masalalunya dengan sang Suami yaitu Markam. Suami tersebut telah menelantarkanya dan anak-anaknya. Tidak memberi nafkah lahir dan batin. Markam lebih memilih untuk bertapa di ujung bengawan solo untuk mendapatkan pusaka. Sebuah kegiatan yang bersifat sepiritual namun kurang bijak dilakukan dalam posisinya saat itu yang masih mempunyai tanggung jawab pada keluarga. Disaat bayang-bayang tentang suaminya memudar Sulastri kaget melihat sosok laki-laki yang ia sebut dengan Firaun. Dengan badan dempal, otot-otonya yang kuat, dan perkasa, seakan-akan semua adalah dalam cengkramannya. Sulastri begitu ketakutan lalu bertriak namun tidak digubris. Sulastri takut lalu berlari dan Firaun pun mengejarnya. Ditengah pengejaran tersebut mencul laki-laki dengan baju puith, berjenggot, dang dengan tongkat. Ialah Musa, kemudian Sulatri mencoba meminta tolong kepadanya. Namun, musa memberikan isyarat tidak bisa dan sosok Musa hilang.

Kemudian Sulastri terntangkap oleh Firaun. Rambutnya ditarik hingga jebol. Tubuhnya pun lemah kehilangan kesadaran. Tiba-tiba muncul sosok Musa dengan tongkatnya. Sulastri seolah-olah mendapat kekuatan. Lalu diberikanlah tongkat Musa kepadanya. Tongkat pun di pukulkan kepada Firaun dan ia hancur berkeping-keping. Kemudian Sulastri tersadar, ia tebangun dari tidur dan mendapati dirinya di bibir pantai laut merah. Tongkat yang tadi digengamnya pun tidak ada. Ia kaget, apakah kejadian yang dialaminya tadi hanya mimpi.

Pada cerpen “Sulastri dan empat lelaki” ini memiliki hubungan dengan berbagai masalah. Dianataranya yaitu ekonomi. Melihat Sudut pandang sebagai pembaca perempuan. Ketika membaca cerpen tersebut dengan sudut pandang perempuan pastilah kita akan menemukan suatu bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan. seperti pada saat Sulastri mengingat pernikahannya dengan suaminya yaitu Markam. Suatu perkawinan yang jauh dari kata bahagia. Markam seorang suami yang mencampakan istrinya, ia tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami yang baik. Markam lebih memilih untuk pergi bertapa dan berharap dalam pertapaannya mendapatkan pusaka. Bisa dirasakan bukan, bahwa dalam pernikahan seorang perempuan akan merasa tertekan dan tidak bebas. Seperti yang dikatakan oleh seorang perempuan asal Perancis Simone de Beauvoir yang mengatakan bahwa pernikahan adalah alat untuk mengekang wanita. Kalau tidak salah seperti itu. Tidak hanya itu beberapa adegan seperti saat Sulastri bertemu dengan musa. Ada dialog yanhg menarik seperti dibawah ini


“Saya seorang perempuan, ya Musa.”


“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”


Sebuah kutipan yang menarik. Berdasarkan kutipan diatas dapat disimpulkan sebenarnya perempuan dapat menjadi diri mereka sendiri. Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk bekerja. Namun seringkali perempuan sendiri tidak sadar bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama untuk menentukan nasib mereka sendiri. Dalam kutipan tersebut sosok Musa adalah orang yang menyadari betul bahwa laki-laki dan perempuan ialah hakikatnya sama untuk menentukan nasibnya sendiri. Perempuan dapat bebas dan tidak bergantung pada laki-laki.   


Selain ekonomi, juga berkaitan dengan hokum. Dalam cerpen tersebut menceritakan perempuan mengalami bentuk kekerasan. Ada beberapa kekerasan yang dialami oleh Sulastri. Kekerasan tersebut ialah kekerasan secara fisik. Kekerasan fisik sendiri yang dialami ialah ketika Sulastri saat tertangkap oleh Firaun dan rambutnya ditarik hingga jebol. Hal tersebut menunjukan bahwa perempuan seringkali mengalami bentuk kekerasan fisik. Tidak hanya dalam cerpen tersebut, di kehidupan nyata sendiri banya sekali perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan dari laki-laki. lihat saja di Indonesia banyak sekali kekerasan yang dialami oleh perempuan. Mulai dari KDRT dan sebagainya. Maka dari itu para aktivis menekankan agar RUU PKS untuk segera disahkan.

Cerpen tersebut juga berkaiatan dengan budaya. Karena keseluruhan cerpen itu sendiri dapat ditangkap sebuah makna bahwa dominasi laki-laki begitu kuat. Lihat saja seperi polisi yang seorang laki-laki, Markam, dan Firaun yang seorang laki-laki, serta Musa seorang laki-laki pula. Sungguh laki-laki begitu mendominasi dalam cerpen tersebut. Lihatlah juga dalam kehidupan nyata presiden kita yang mulai dari yang pertama hingga saat ini, kebanyakan adalah laki-laki, dan hanya ada satu perempuan. Dalam cerpen itu sendiri menunjukan bahwa Seorang perempuan selalu dibawah dominasi laki-laki. Perempuan sebagai objek yang tidak berdaya dan dibawah bayang-bayang laki-laki.

Seperti pada kehidupan nyata, cepen tersebut juga menyangkut masalah problematika politik oleh kaum atas. dilambangkan pada sosok polisi. Lihat saja saat Polisi dalam cerpen tersebut berusaha untuk menangkap Sulastri. Hal itu dialakukan guna untuk menapatkan imbalan berupa uang. Sebuah ketamakan yang berada pada diri yang dilambangkan dalam sebagai sosok polisi. Nafsu ini sendiri memiliki sebuah sifat untuk ingin disanjung, memiliki pangkat, tamak, dan lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia agar dilihat lelbih atau mendapatkan sesuatu ataupun sebuah pengakuan. Sehingga menggerakkan manusia untuk berbuat jahat kepada manusia lainnya. Demi mendapat kekuasaan, penghargaan, dan lainnya. Nafsu ini diidentikan dengan warna kuning.

Tidak hanya itu saja dalam cerpen tersebut juga mengandung religi yang digambarkan dalam sosok Musa. Lihat saja Musa ketika berdialog dengan Sulastri dan ia menolongnya. Dalam dialog itu sendiri Musa menerangkan dan mengajarkan kebaikan tentang kebaikan-kebaikan. Nafsu Mutmainnah sendiri merupakan nafsu yang mengajak untuk kebaikan. Nafsu ini diidentikan dengan warna putih. Nafsu Mutmainnah menodorong manusia untuk melaksanakan kebaikan, membantu orang lain, beribadah, dan bergembira. Namun nafsu ini jika berlebihan juga tidaklah baik karena dia akan lupa melihat dirinya sendiri jika terlelap kesenangan dirinya.

Kisah Sulastri dan Empat Lelaki mengenah dihati pembaca. Gaya bahasa yang dipakai sederhana dengan istilah-istilah yang sering didengarkan oleh khalayak ramai. Sementara itu, perjalanan Sulastri terkesan seperti masa lampau. Ketika zaman nabi Musa AS, saat berpijak dengan keteguhan bahwa masih ada penolong yang menjadi pegangan. Dengan begitu, Sulastri meminta setulus hatinya agar ditolong dari kekejaman Firaun pada kisah tersebut, yang ingin memerbudak Sulastri dengan paksa dan perintahnya. Tidak luput dengan campur tangan polisi dan perantara yang memang sudah berdiskusi di balik layar dengan memerjual belikan manusia dengan embel-embel pulang ke tanah air tercinta. Nyatanya uang seribu real itu dipergunakan untuk menyuap polisi dan masuk ke kantong perantara sebagai uang tranportasi dan uang makan. Sementara Sulastri juga tidak memunyai uang tersebut. Suaminya, Markam seorang yang suka bertapa di dekat makam sungai Bengawan Solo yang diyakini akan membawa berkah. Tetapi ketika Markam pulang selalu dengan tangan hampa. Anak dan istrinya ditelantarkan dengan kesia-siaan waktu yang dipergunakan bertapa. Sungguh malang sekali nasib Sulastri. Sudah jatuh, tertimpa pohon.

Pesan atau amanat yang dapat saya ambil dari cerpen Sulastri dan Empat Lelaki karya M. Shoim Anwar, bahwa kehidupan manusia saat ini maupun lampaui kita harus tunduk pada keadilan bukan kekuasaan tertinggi. Karena harta dan kekuasaan tertinggi pun tidak akan di bawah sampai mati apalagi sampai menindas dan melakukan kekerasan pada seorang perempuan. Cerpen yang dibuat ini memiliki kesan untuk pembaca dengan kalimat yang bagus, kuat, sederhana, lugas, dan tegas.

Komentar