Idul Fitri
Karya Sutadji Calzoum Bachri
Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa
O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia
Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana
Kritik esai
Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu penyair sufi Indonesia. Dapat juga dikenal sebagai cerpenis, eseis dan budayawan. Ia lahir di Rengat Riau pada tanggal 24 Juni 1941, ia terkenal sejak awal 1970-an pada saat mengumumkan Kredo Puisi-nya 1973 “kata harus dibebaskan dari beban pengertian” yang mendasari sebagian besar dari puisi-puisi ciptaannya. Kredo puisi Sutardji pada masa itu serta-merta menimbulkan kontroversi dalam kesusastraan Indonesia.
Kumpulan puisi yang diciptakan diantaranya O (1973), Amuk (1979), dan O Amuk Kapak (1981) dan puisi yang satu ini memiliki pengakuan masa-masa kelam Sutardji Calzoum Bachri dan pertobatannya dalam puisi Idul Fitri. Puisi ini diciptakan pada 1987 dan saya akan mengkritik esai puisi tersebut.
Dalam puisi Sutadji Calzoum Bachri yang berjudul Idul Fitri ini menceritakan tentang seseorang yang bertobat dan menyesali perbuatannya. Dengan adanya bulan Ramadhan semua umat muslim akan berlomba-lomba untuk mencari pahala sebab bulan Ramadhan merupakan bulan yang suci. Terdapat pada bait puisi sebagai berikut.
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Pada bulan suci ini banyak umat muslim yang melakukan berbagai macam kebaikan ketaatan agama bahkan merindukan akan datangnya Ramadhan. Tardji percaya bahwa semua doa yang telah diucap akan terkabul pada saat bulan Ramadhan semua yang dilakukannya menjadi pahala. Terdapat pada bait puisi sebagai berikut.
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa
Pada malam Ramadhan seseorang yang telah bertobat tak ingin lagi kembali dijalan yang sesat seperti dulu, bahkan ia tak ingin diakhir usianya menjadi sia-sia dengan segala perbuatannya yang lalu dan menunjukkan bahwa ada cahaya dari Tuhan untuk menuju jalan kebaikan tetapi jangan pula biarkan ia menuju jalan yang sesat lagi. Dengan bait puisi sebagai berikut.
O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia
Kini hari berganti pagi, Ramadhan telah usai tiba Har Raya Idul Fitri dimana semua umat juga menantikan kedatangannya, dengan berbondong-bondong menuju masjid melaksana solat id. Saling meminta maaf atas sesama umat dengan kesalah-kesalahnya yang telah diperbuat dan merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan penuh gembira sebab ia akan kembali suci lagi seperti bayi yang baru lahir. Terdapat pada bait puisi sebagai berikut.
Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana
Dari puisi Sutardji Calzoum Bachri yang berjudul "Idul Fitri" ini memiliki 44 baris dengan gaya bahasa yang bagus dan menarik agar dapat dinikmati pembaca dan menunjukkan nilai-nilai agamanya. Dengan pemilihan kata yang digunakan mudah untuk dipaham bagi pembaca. Puisi tersebut juga memiliki amanat yang bagus dan dapat kita contoh namun jangan sesekali melakukan kesalahan dan dosa-dosa lagi dikemudian hari setelah hari yang Fitri ini. Melakukan semua kewajiban agamanya dan kebaikan-kebaikan yang sama seperti bulan Ramadhan.
Komentar
Posting Komentar