ABIYASA dikenal pula dengan nama Resi
Wiyasa (Mahabharata). Ia putra Resi Palasara dari pertapaan Retawu, dengan Dewi
Durgandini, putri Prabu Basuketi, raja Wirata. Abiyasa memiliki sifat dan
perwatakan ; pandai, sangat cerdas, arif bijaksana, alim, soleh, berwibawa,
limpad dan linuwih. Ia juga memiliki berbagai keistimewaan antara lain ; ahli
bertapa, ahli nujum, ahli pengobatan (tabib), banyak memiliki ilmu kesaktian,
ahli tata negara dan tata pemerintahan. Abiyasa juga mendapat anugrah Dewata
berumur panjang.
Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai puisi yang berjudul
"Ulama Abiyasa Tak pernah Minta Jatah"
karya M. Shoim Anwar .
Adapun puisinya sebagai berikut
Ulama Abiyasa adalah guru yang
mulia
panutan
para kawula dari awal kisah
ia
adalah cagak yang tegak
tak
pernah silau oleh gebyar dunia
tak
pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak
pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak
pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak
pernah terpana oleh singgasana raja-raja
Ulama
Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah
digenggam hingga ke dada
tuturnya
indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya
merasuk hingga ke sukma
langkahnya
menjadi panutan bijaksana
kehormatan
ditegakkan tanpa sebiji senjata
Ulama
Abiyasa bertitah
para
raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak
ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya
sebagai pengumpul suara
atau
didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi
pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar
tampak sebagai barisan ulama
Ulama
Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah
jika ingin menghaturkan sembah
semua
diterima dengan senyum mempesona
jangan
minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab
ia lurus apa adanya
mintalah
arah dan jalan sebagai amanah
bukan
untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi
dilaksanakan sepenuh langkah
Penghujung
Desember 2020
Desember 2020
Saya akan mengkritik esai pada puisi diatas
sebagai berikut.
Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegak
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk
meminta-minta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana
raja-raja
Pada bait pertama menyiratkan sosok Abiyasa
yang layak menjadi panutan karena tidak tergoyahkan oleh urusan dunia.
Pendirian Abiyasa juga selalu tetap tidak perduli dengan rayuan oleh para raja.
Kehidupan yang sederhana juga terdapat pada pribadi Abiyasa sehingga dia tak
perduli dengan kehidupan mewah di istana.
Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan
lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata
Bait kedua pada puisi tersebut menceritakan Abiyasa yang dapat dengan mudah
memberi petuah kepada orang karena tuturannya yang rendah hati sehingga mudah
diingat oleh para pendengar. Serta segala tingkah laku Abiyasa pun juga menjadi
panutan orang karena kebijaksanaannya dalam bertindak.
Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat
padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan
jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di
depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga
murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal
kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga
kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh langkah
Pada bait ketiga ini berisi tentang pada
suatu waktu Abiyasa memberi tuturan yang membuat para raja dan penguasa daoat
bertekuk lutut kepada Abiyasa. Setelah kejadian itu Abiyasa di agung-agungkan
dengan diberi kursi raja diistana dan memakai baju dan penutup kepala. Namun
bukan itu yag diinginka oleh Abiyasa. Ia hanya ingin menjadi seorang yang
sederhana. Dia berpesa agar kapan pun semua orang bisa datang jika dibutuhkan.
Namun datanglah untuk meminta jalan dan arah yang benar agar tidak tersesat
kemudian.
Itulah puisi "Ulama Abiyasa Tak pernah
Minta Jatah" karya M. Shoim Anwar. Dari puisi tersebut dapat diambil
kesimpulan jika seorang guru harus memiliki rendah hati yang besar agar layak
menjadi panutan untuk semua orang. Seorang guru juga tidak boleh berkepala
besar agar dijadikan sebagai raja, diberi kekuasaan sehingga dapat bertingkah
laku semaunya. Dalam memberi tuturan seorang guru juga harus baik dan santun.
Sehingga apa yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh pendengar.
Dalam puisi di atas dengan judul
“Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”, terdiri dari 4 bait dan 29 baris. Kelebihan
dari puisi tersebut yaitu bahasa yang mudah dipahami sehingga pembaca dapat
memahami makna puisi tersebut dan memiliki akhir rima yang sama 'a' sehingga
puisi tersebut menjadi lebih indah. Sedangkan kekurangan puisi tersebut yaitu
kurangnya bercerita kehidupan mengenai tokoh utama yakni Abiyasa dan Bahasa .
Komentar
Posting Komentar